Pemeliharaan ternak dalam kandang dimulai ketika Pemerintah Kolonial Belanda mengukuhkan hutan Merapi sebagai kawasan dilindungi. Pola ini menimbulkan persoalan, karena kotoran ternak yang tidak dikelola bisa membawa penyakit bagi warga di sekitarnya.
Tahun 2007, pengolahan kotoran ternak menjadi biogas mulai dirintis di kalangan masyarakat lereng Merapi. Tahun 2011, Balai Taman Nasional Gunung Merapi meneruskan program rintisan itu dengan kembali mengajak masyarakat peternak memanfaatkan limbahnya menjadi biogas. Metode pengolahan limbah ternak ini memberi masyarakat manfaat ganda: bahan bakar rumah tangga yang murah dan aman, serta pupuk kandang siap pakai setelah energi biogas habis digunakan.
Program ini diinisiasi untuk pertama kalinya di Desa Samiran, Selo, didampingi LSM InFront sebagai mitra. Keberhasilan instalasi biogas Samiran membuat program ini diduplikasi di empat desa penyangga lain: Desa Ngablak, Srumbung, Desa Ngargomulyo, Dukun, Desa Wonodoyo, Cepogo, dan Desa Sidorejo, Kemalang.